PERANAN PENYULUHAN PEMBANGUNAN
Mosher (1966) dalam Mardikanto (2010), menyatakan bahwa kegiatan
penyuluhan pertanian sangat diperlukan sebagai faktor pelancar
pembangunan pertanian.
Lebih dari itu, dengan mengutip pendapat Hadisapoetro (1970) dalam
Mardikanto (2010) yang menyatakan bahwa pelaksana-utama pembangunan
pertanian pada dasarnya adalah petani-kecil yang merupakan golongan
ekonomi lemah. Mardikanto (1993) dalam Mardikanto (2010) justru menilai
kegiatan penyuluhan sebagai faktor-kunci keberhasilan pembangunan
pertanian, karena penyuluhan selalu hadir sebagai pemicu sekaligus
pemacu pembangunan pertanian
Di samping itu, terkait dengan peran penyuluhan sebagai proses
pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas individu, entitas
dan jejaring (USAID, 1995), Mardikanto (1998) dalam Mardikanto (2010)
mengemukakan beragam peran/tugas penyuluhan dalam satu kata yaitu
edfikasi, yang merupakan akronim dari: edukasi, diseminasi
informasi/inovasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi, pemantauan dan
evaluasi, yaitu:
1) Edukasi, yaitu untuk memfasilitasi proses belajar yang dilakukan oleh
para penerima manfaat penyuluhan (beneficiaries) dan atau stakeholders
pembangunan yang lainnya.
Seperti telah dikemukakan, meskipun edukasi berarti pendidikan, tetapi
proses pendidikan tidak boleh menggurui apalagi memak-sakan kehendak
(indoktrinasi, agitasi), melainkan harus benar-benar berlangsung sebagai
proses belajar bersama yang partisi-patip dan dialogis.
2) Diseminasi Informasi/Inovasi, yaitu penyebarluasan informasi/ inovasi dari sumber informasi dan atau penggunanya.
Tentang hal ini, seringkali kegiatan penyuluhan hanya terpaku untuk
lebih mengutamakan penyebaran informasi/inovasui dari pihak-luar.
Tetapi, dalam proses pembangunan, informasi dari “dalam” seringkali
justru lebih penting, utamanya yang terkait dengan kebutuhan-kebutuhan
masyarakat, pengambilan keputusan kebijakan dan atau pemecahan masalah
yang segera memerlukan penanganan.
3) Fasilitasi, atau pendampingan, yang lebih bersifat melayani kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh client-nya.
Fungsi fasilitasi tidak harus selalu dapat mengambil keputusan,
memecahkan masalah, dan atau memenuhi sendiri kebutuhan-kebutuhan klien,
tetapi seringkali justru hanya sebagai penengah/ mediator.
4) Konsultasi, yang tidak jauh berbeda dengan fasilitasi, yaitu membantu
memecahkan masalah atau sekadar memberikan alternatif-alternatif
pemecahan masalah.
Dalam melaksanakan peran konsultasi, penting untuk memberikan rujukan
kepada pihak lain yang “lebih mampu” dan atau lebih kompeten untuk
menanganinya. Dalam melaksanakan fungsi konsultasi, penyuluh tidak
boleh hanya “menunggu” tetapi harus aktif mendatangi kliennya.
5) Supervisi, atau pembinaan. Dalam praktek, supervisi seringkali
disalah-artikan sebagai kegiatan “pengawasan” atau “pemeriksaan”.
Tetapi sebenarnya adalah, lebih banyak pada upaya untuk bersama-sama
klien melakukan penilaian (self assesment), untuk kemudian memberikan
saran alternatif perbaikan atau pemecahan masalah yang dihadapi.
6) Pemantauan, yaitu kegiatan evaluasi yang dilakukan selama proses
kegiatan sedang berlangsung. Karena itu, pemantauan tidak jauh berbeda
dengan supervisi. Bedanya adalah, kegiatan pemantauan lebih menonjolkan
peran penilaian, sedang supervisi lebih menonjolkan peran “upaya
perbaikan”.
7) Evaluasi, yaitu kegiatan pengukuran dan penilaian yang dapat
dilakukan pada sebelum (formatif), selama (on-going, pemantauan) dan
setelah kegiatan selesai dilakukan (sumatif, ex-post). Meskipun
demikian, evaluasi seringkali hanya dilakukan setelah kegiatan selesai,
untuk melihat proses hasil kegiatan (output), dan dampak (outcome)
kegiatan, yang menyangkut kinerja (performance) baik teknis maupun
finansialnya.
Terkait dengan hal ini, Undang Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan pasal 4 merinci fungsi
(peran) sistem penyuluhan sebagai berikut:
a. memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha;
b. mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber
informasi, teknologi dan sumber daya lainnya agar mereka dapat
mengembangkan usahanya;
c. meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha;
d. membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan
organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi,
produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik dan berkelanjutan;
e. membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang
dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam
mengelola usaha;
f. menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan; dan
g. melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan dan
kehutanan yang maju dan moderm bagi pelaku utama secara berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar