Mosher (1966) menyatakan bahwa kegiatan penyu-luhan pertanian sangat diperlukan
sebagai faktor pelancar pembangunan kehutanan.
Lebih dari itu, dengan mengutip pendapat Hadisapoetro (1970) yang menyatakan
bahwa pelaksana-utama pemba-ngunan pertanian pada dasarnya adalah petani-kecil
yang merupakan golongan ekonomi-lemah, Mardikanto (1993) justru menilai
kegiatan penyuluhan sebagai faktor-kunci keberhasilan pembangunan kehutanan.
Berbicara tentang kedudukan penyuluhan, Timmer (1983) dengan tepat menyebut nya
sebagai “perantara” atau jembatan penghubung, yaitu penguhubung antara:
1) Teori dan praktek, terutama bagi kelompok sasaran (penerima manfaat) yang
belum memahami “bahasa ilmu pengetahuan/teknologi”.
2) Pengalaman dan kebutuhan, yaitu antar dua kelompok yang setara seperti
sesama praktisi, sesama tokoh masya-rakat, dll.
3) Penguasa dan masyarakat, terutama yang menyangkut pemecahan masalah dan atau
kebijakan-kebijakan pembangunan.
4) Produsen dan pelanggan, terutama menyangkut produk-produk (sarana produksi,
mesin/peralatan, dll.
5) Sumber informasi dan penggunanya, terutama terhadap masyarakat yang relatif
masih tertutup atau kurang memiliki aksesibilitas terhadap informasi.
6) Antar sesama stakeholder agribisnis, dalam pengembang-an jejaring dan
kemitraan-kerja, terutama dalam pertu-karan informasi.
7) Antara masyarakat (di dalam) dan “pihak luar”, kaitannya dengan kegiatan
agribisnis dan atau pengembangan masyarakat dalam arti yang lebih luas.
Berkaitan dengan pemahaman tersebut, Lionberger (1981) meletakkan penyuluhan
sebagai “variabel antara”, dalam pembangunan (kehutanan) yang bertujuan untuk
memperbaiki kesejahteraan petani dan masyarakatnya.
Sebagai “variabel antara”, kegiatan penyuluhan merupakan jembatan dalam proses:
1) Distribusi informasi/inovasi, baik dari sumber (peneliti, pusat informasi,
penentu kebijakan, produsen/pemasar, dll) kepada masyarakat yang membutuhkan
dan akan menggunakannya, maupun sebaliknya, dari masyarakat/ praktisi kepada
pakar, produsen, pengambil keputusan kebijakan, dll. umpan balik terhadap
informasi/ inovasi yang telah disampaikan penyuluhnya.
2) Pemecahan masalah, yaitu sebagai fasilitator pemevahan masalah dan atau
perantara informasi yang menyangkut masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat, praktisi, pengguna dan pelanggan produk tertentu, kepada sumber
informasi/inovasi/ produk maupun para penentu kebijakan pembangunan.
3) Pengambilan keputusan, yaitu sebagai fasilitator dan atau perantara
informasi tentang kebijakan pembangunan dari pengambil keputusan (penguasa)
kepada masyarakat dan atau perantara informasi dari masyarakat tentang
kebijakan yang harus diputuskan oleh pihak luar (bukan oleh masyarakat
sendiri).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar