Satu lagi kekayaan hayati Indonesia yang
mengagumkan. Sekilas tampak seperti ayam, tetapi memang benar binatang
ini adalah sejenis unggas. Mengapa mengagumkan? Selain “helm hitam”-nya
yang tidak dimiliki oleh unggas-unggas yang lain, unggas ini adalah
spesies satu-satunya didunia dari Genus Macrocephalon, dan hanya bisa
ditemui di negara Indonesia, yaitu di pulau Sulawesi. Namanya Macrocephalon maleo, biasanya dikenal dengan nama Burung Maleo atau Maleo Senkawor. Burung Maleo adalah “cetakan” asli alias endemik pulau Sulawesi.
Burung Maleo
termasuk unggas dengan ukuran tubuh sedang, sekitar 55 cm panjangnya,
besar di bagian tubuhnya dan mengecil di bagian kepala, dengan warna
dominan hitam, dan putih di bagian dadanya. Tubuh yang besar dan kepala
yang kecil berfungsi saat Maleo beristirahat, juga saat bersembunyi
ditanah dari ancaman predator. Kakinya berkuku dan berselaput, namun
bukan untuk berenang melainkan untuk menggaruk tanah. Tetapi ciri yang
paling cepat dan mudah untuk mengenalinya adalah batok kepalanya yang
hitam mengkilat.
Maleo banyak menghabiskan hidupnya di
darat, karena makanannya seperti serangga, semut, dan biji-bijian. Namun
juga berpindah dari pohon ke pohon, untuk menghindari predator. Maleo
tidak hidup secara berkelompok, tetapi sepanjang hidupnya dilewatkan
dengan satu-satunya pasangannya.
Habitat aslinya adalah daerah sekitar
pantai dan daerah yang memiliki panas bumi yang cukup, karena untuk
melanjutkan keturunannya, Maleo tidak mengerami telurnya sendiri
melainkan dikubur dalam tanah atau pasir yang cukup hangat. Biasanya, di
titik yang memiliki suhu cukup hangat Maleo menggali lubang sedalam
30-50 cm, lalu meletakkan telurnya dan menutupnya kembali dengan tanah
sekitar 10-15 cm diatas telur. Memang tidak ditutup sepenuhnya agar
ketika telur menetas si Maleo junior bisa keluar dari tanah. Nah, anak
Maleo ini berusaha sendiri untuk bisa keluar dari timbunan tanah, dan
langsung bisa terbang dan mencari makanannya tanpa bantuan sang induk.
Lalu,
dari mana induk Maleo bisa tahu tempat yang memiliki panas yang cukup?
Para ahli menduga, untuk mencari titik inkubasi, Maleo menggunakan
sensor pelacak panas yang tertanam di “helm hitam”-nya. Wah, helmnya
canggih.
Selain untuk inkubasi telur, kebiasaan
unik ini bertujuan untuk menghindari ancaman “musuh” seperti biawak,
penduduk setempat menyebutnya soa-soa, dan babi hutan.
Hal
mengagumkan lainnya adalah telurnya yang cukup besar, kurang lebih
sekitar 240-270 gram beratnya dan 11 cm panjangnya, sekitar 4 atau 5
kali besar telur ayam.
Akan tetapi, karena perubahan bumi
dewasa ini, Maleo sudah tergolong sebagai hewan langka dan terancam
punah. Hal ini juga disebabkan karena perburuan oleh manusia, untuk
dikonsumsi daging dan telurnya, juga permbukaan lahan. Ada sebuah
kepercayaan dari budaya setempat, yaitu ketika seseorang telah
mendirikan rumah, maka dibawah rumah yang baru saja dibangun tersebut
wajib dikubur satu telur Maleo. Dengan harapan rumah tersebut dapat
berumur panjang dan berdiri dengan kokoh.
Maka saat ini sangat sedikit Maleo yang
bisa ditemui di habitat asli. Menurut penelitian, Maleo berasal dari
benua Australia, tapi kenyataannya sekarang Maleo hanya ada di pulau
Sulawesi.
Oleh karena itu bagi anda yang berwisata ke Sulawesi,
dan ingin menjenguk unggas langka ini, anda hanya bisa menemuinya di
Sulawesi Tengah, di penangkaran yang dibangun dengan tujuan mejaga
kelestarian burung unik ini. Misalnya di Kecamatan Gumbasa, Kabupaten
Donggala, yaitu di Cagar Alam Saluki, atau di Taman Nasional Lore Lindu
dan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar